Perempuan dan Air Mata

Sudah lama sekali saya puasa menulis. Gelisah rasanya, tidak bisa mengeluarkan apa yang saya pikirkan lewat kata-kata. 

Di tulisan ini, saya tidak memakai kata pengganti diri saya dengan kata ‘gue’. Ya ingin lebih santun saja kali ini, lebih kalem hehe. 

Kali ini saya ingin menulis tentang pemikiran saya mengenai perempuan dan air mata. Kami dan air mata adalah kawan yang tidak terpisahkan. Bisa dibilang, air mata selalu hadir segera saat kami gelisah, gundah, kesal, marah, bahkan bahagia. Setia sekali air mata ya. 

Perempuan, sedari dulu digambarkan sebagai makhluk yang lemah lembut dan perlu perlindungan. Oleh karenanya perlakuan terhadap kami pun dilakukan dengan hati-hati. Perlu kepekaan dengan tingkat yang cukup tinggi untuk benar-benar mengerti apa maksud hati kami. Dan air mata, adalah salah satu senjata kami. 

Senjata ini, jangan pembaca artikan sebagai alat untuk menyerang ya. Ada berbagai fungsi ‘senjata’ dari air mata kami. 

Pertama, air mata kami adalah senjata yang kami gunakan untuk meruntuhkan tembok kekesalan dan rasa marah kami. Air mata yang kami gunakan untuk menghacurkan tembok tersebut tak cukup dikeluarkan dalam sehari. Bisa 2 hari, seminggu, sebulan, setahun, ya tergantung kadar rasa-rasa tersebut dalam diri kami. Kami harus mengerahkan banyak air mata, bahkan secara sukarela dia suka mengalir sendiri. Seakan tau kalau dia harus segera hancurkan tembok negatif itu.

Kedua, air mata kami adalah senjata untuk melunturkan kesedihan dan kekecewaan kami. Rasa sedih dan kecewa itu seperti lumpur yang tiba-tiba jatuh dari atas, entah dari mana, menutupi seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lengket, padat, dan susah untuk dibersihkan. Saat itu air mata kami akan berusaha mengikis lumpur tersebut seperti hujan. Sebelum lumpur itu mengeras dan akhirnya jadi dendam kesumat.

Ketiga, air mata kami adalah senjata kami untuk melindungi seperti tameng. Menandakan bahwa kami tidak bisa ditindas, kami tidak bisa diperlakukan tidak sederajat, dan kami tidak bisa dianggap remeh.

Keempat, air mata adalah wujud kebanggaan kami terhadap kebahagiaan yang diizinkan untuk terjadi dalam hidup kami atau kami rayakan bersama orang lain. Senjata baru, yang fungsinya mengukir kebahagiaan untuk orang lain. Seperti pisau yang dipakai untuk mengukir patung-patung indah yang memanjakan mata dan memuaskan hasrat penggiatnya. 

Betapa banyak yang sebenarnya bisa dimaknai oleh orang banyak terhadap air mata dan kami, perempuan. Salah satunya ‘cengeng’ mungkin sudah kenyang kami dengar. Tapi dibalik itu semua, saya pribadi, dan mungkin perempuan yang sependapat dengan saya, bangga untuk berair mata oleh karena keempat fungsi senjata di atas. 

Air mata tidak menjadikan saya lembek. Tetapi menyadarkan dan menampar saya, bahwa ada yang salah dan harus ada tindakan! Dan juga memberi saya kesempatan untuk berbahagia dalam momen-momen tertentu. 

Jangan malu kalau kita berair mata. Coba bayangkan betapa kecewanya air mata saat tahu kita malu, dan bayangkan kalau dia ngambek dan tidak mau keluar menemani kita lagi. Menyiksa pasti.

2 thoughts on “Perempuan dan Air Mata”

  1. Eh bener juga ya.. Interesting takes on “air mata senjata perempuan.” Honestly selama ini gue kalo nangis karena sedih/ marah luar biasa pasti kalo pas lagi di kamar sendirian. Karena gue gamau diliat orang lain lalu dianggep cengeng dan lemah… Mungkin gue yg mesti ngubah mindset gue dulu. Kalo menitikkan air mata itu sama sekali bukan menyerah kalah.

    Thank yah buat tulisannya… Gue lagi stres berat trus blogwalking dan ketemu tulisan lo :’)

    Liked by 1 person

Leave a comment